Agama Hindu adalah agama yang
mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia.
Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan
uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang
telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu
pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya
jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk
dipahami.
Banyak para ahli dibidang
agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul
bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang
belum ada kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu
diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak
dimengerti.
Penampilan agama Hindu yang
memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan
banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang
sebenarnya ada dalam agama Hindu.
Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu".
Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu".
Disamping itu di kalangan umat
Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran
agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah
untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang
belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.
AGAMA HINDU DI INDIA
Perkembangan agama Hindu di
India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman
Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda
purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang
tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah
satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan
Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada
jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa.
Jaman Weda dimulai pada waktu
bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500
tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai
ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka
menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya.
Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan
Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai
pengatur tertib alam semesta, yang disebut "Rta". Pada jaman ini,
masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan
kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang
mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana
ini ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara" beragama yang
teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan
upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu
Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada Jaman Upanisad,
yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi
lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka
tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan
penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada
jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian
dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana,
pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.
Selanjutnya, pada Jaman Budha
ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama "Sidharta",
menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi,
sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.
Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.
MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA
Berdasarkan beberapa pendapat,
diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai
Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang
Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu,
ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang,
Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa
teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.
Krom (ahli - Belanda), dengan teori
Waisya.
Dalam bukunya yang berjudul "Hindu
Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke
Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh
golongan pedagang (Waisya) India.
Mookerjee
(ahli - India tahun 1912).
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari
India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar.
Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun
kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka
sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama
ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.
Moens dan
Bosch (ahli - Belanda)
Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat
besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia.
Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan
Hindu India ke Indonesia.
Data
Peninggalan Sejarah di Indonesia.
Data peninggalan sejarah
disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data
ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang
menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia,
melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena
begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya
disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:
-
Prasasti
Dinoyo (Jawa Timur):
Prasasti
ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura
suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.
-
Prasasti
Porong (Jawa Tengah)
Prasasti
yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya.
Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada
beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya
yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara,
artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk
Dharma.
AGAMA HINDU DI INDONESIA
Masuknya agama Hindu ke
Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya
bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan
diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.
Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan
pada waktu itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk
memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang
lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci
untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".
Masuknya agama Hindu ke
Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman
prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama
yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya
kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan
Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan
diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu,
Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa
Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari prasasti-prasasti itu
didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja
Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan
tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu"
Bukti lain yang ditemukan di
Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa
dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut,
maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri
Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu
berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di
lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa
dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan
atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai
Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga
disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf
Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka
(576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya rasa",
Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma
sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna
dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi
dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada
tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa
Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang
dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang
berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang
pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760
Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta
dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan.
Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai
peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947
munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa,
yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian
sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah
Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah
penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa,
di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban
agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya
Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab
Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman
kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari
sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13
berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan
besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa
gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan
dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa
Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu
berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad
ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga
adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini
bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar
di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan
datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh
Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman
sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan
Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa.
Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan
Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan
Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu
selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir
abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan
pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan
dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa
beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang
bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu
(Klungkung).
Perkembangan selanjutnya,
setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan
sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul
dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud
Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga
Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di
Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha
tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis
Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu
berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang
menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan
umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha
Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali
dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang
selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Disusun oleh: Drs. Anak Agung Gde
Oka Netra
Diambil dari: Parisadha Hindu Dharna Indonesia